SHARE

Istimewa

Pandemi
Penangkapan Bupati Probolinggo tersebut menambah deret hitung kepala daerah yang telah ditangkap KPK.

Jumlahnya sudah ratusan, baik kepada daerah tingkat kota, kabupaten hingga provinsi.

Entah mengapa kasus-kasus seperti ini masih saja terjadi. Terlebih kasus ini terjadi di tengah pandemi virus corona (COVID-19).
 
Mungkinkah karena selama ini, tidak pernah ada pelaku korupsi di negeri ini sampai menerima hukuman mati? 

Besaran hukuman bagi para koruptor hanya beberapa tahun dan jarang mencapai belasan tahun. Entah mengapa? 

Hal itu membuktikan bahwa konspirasi untuk sebuah kejahatan termasuk korupsi tidak kenal waktu dan situasi.

Tampaknya pandemi dengan virus yang berpotensi menghinggapi siapa saja, tak menghalangi untuk terjadinya korupsi.

Apalagi bukan sekali ini kasus korupsi yang terungkap di masa pandemi.

Publik masih ingat betul ada menteri yang berurusan dengan KPK gara-gara duit Rp17 miliar bantuan sosial (bansos).

Kasusnya baru saja divonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pekan lalu.

Ternyata, kasus tersebut bukan akhir dari drama kasus korupsi di tengah pandemi.

Tentu tersirat kuat harapan publik agar kasus pada bupati Probolinggo ini tidak terjadi lagi.

Apapun yang melatarbelakanginya, kasus ini telah menciderai perasaan pemilih dan warga di daerahnya.

Juga menciderai perasaan warga bangsa ini yang sedang menghadapi pandemi.

Betapa pula seluruh daya pemerintah sedang dikerahkan sekuat tenaga untuk mengatasi wabah.

Penanganan wabah COVID-19 di seluruh wilayah Indonesia sedang menapaki tahap yang menggembirakan. Tren pertambahan kasus baru mulai bisa dikendalikan.

Karena itu, pelonggaran aktivitas publik mulai diberlakukan. Tanda-tanda pulihnya ekonomi mulai terlihat.

Sayang sekali kalau pelonggaran aktivitas itu diwarnai dengan pelanggaran atas aturan yang berujung pada korupsi. Apalagi kasus di Probolinggo ini operasi tangkap tangan (OTT).
 

Halaman :
Tags
SHARE