SHARE

Istimewa

Selanjutnya: Roger yang bermental baja
  Bermental baja

Yang membuat Federer lebih dari sekadar seniman serta salah satu kampiun tenis terbesar sepanjang masa, adalah semangat bertarungnya yang luar biasa besar.

Semangatnya yang pantang menyerah telah membuat Federer merengkuh prestasi nyaris mustahil pada era modern, dengan merebut 20 gelar juara Grand Slam, 103 nomor tunggal, enam Nitto ATP Final, 28 Masters 1000, menjadi nomor satu dunia selama 310 pekan, dan lima kali menjadi nomor satu dunia sampai penutupan tahun.

Kesenimanan Federer bisa dilihat dari pertarungannya melawan Nadal dalam final Wimbledon 2008 yang acap disebut sebagai laga tenis terbaik sepanjang masa.

Itulah kali pertama lapangan tenis disulap menjadi lapangan ping pong ketika kedua petenis saling serang dan bertahan dengan sama baiknya dalam reli-reli melelahkan.

Mereka saling berlari ke depan, ke belakang, ke kiri dan ke kanan, untuk memburu bola, dalam rangkaian posisi yang nyaris mustahil.

Legenda tenis putri, Billie Jean King, menyebut Federer sebagai petenis yang memiliki pukulan paling lengkap dalam generasinya.

Laga epik lainnya terjadi setahun kemudian yang juga dalam final Wimbledon, ketika Federer ditantang petenis Amerika Serikat Andy Roddic.

Saat itu dia melepaskan 50 ace yang merupakan terbanyak sepanjang karirnya dan hampir dua kali lipat dari yang bisa dilancarkan Roddic.

Federer membalikkan ketertinggalan 2-6 dalam set kedua termasuk saat Roddick sudah dua kali set point.

Bersama mental bajanya, Federer menghentikan perlawanan Roddick pada set kelima setelah bertarung selama lima jam 16 menit yang lalu dikenal sebagai laga final Wimbledon paling lama sepanjang masa.

Dari turnamen ke turnamen dari tahun ke tahun, dia senantiasa memamerkan daya juangnya yang tinggi, termasuk saat usia sudah menginjak 35 tahun dalam final Australian Open 2017 melawan Nadal.

Dia membuat pembalikan besar setelah sembuh dari cedera dan operasi lutut serta setelah enam bulan absen tak memainkan tenis.

Saat itu dia sudah lima tahun tak menjuarai satu pun turnamen Grand Slam.

Melawan Nadal yang enam kali berturut-turut mengalahkannya dalam berbagai turnamen Grand Slam, Federer yang saat itu berperingkat 17 dunia, dalam posisi underdog.

Saat itu banyak yang beranggapan masanya sudah berakhir dan untuk itu harus rela menyerahkan singgasana dominasi tenisnya kepada Nadal, Djokovic, dan Andy Murray.

Halaman :
Tags
SHARE