Di seluruh Gaza City, bekas perang terlihat di mana-mana. Bangunan-bangunan yang runtuh, jalan-jalan yang dipenuhi puing, dan infrastruktur yang rusak menggambarkan dampak dari konflik tersebut.
Warga Palestina yang terpaksa mengungsi dari wilayah Al-Shayma di Beit Lahia, Jalur Gaza utara, terlihat di sebuah jalan di Gaza City pada 22 Maret 2025. (Xinhua/Abdul Rahman Salama)
Di kawasan permukiman al-Rimal, yang dulunya merupakan salah satu wilayah termewah di Gaza City, sebagian besar bangunan rata dengan tanah atau rusak parah. Mobil-mobil yang terbakar dan tiang-tiang listrik yang tumbang terlihat di jalanan yang sepi.
"Tahun lalu, meski ada perang, kami coba menciptakan suasana gembira. Kini, saya bahkan tidak mampu membeli penganan manis untuk anak-anak saya," kata Marwan Al-Haddad (37), yang mengungsi dari Beit Hanoun setelah eskalasi serangan Israel pekan lalu.
"Bagaimana saya bisa memberi tahu anak-anak saya bahwa perang akan segera berakhir?" imbuh pria itu. "Setiap kali kami terbangun karena suara bom, kami menyadari bahwa perdamaian masih sangat jauh."
Situasi yang sama buruknya juga dihadapi oleh para pemilik bisnis. Di Jalan Wehda, sebuah kawasan di Gaza City yang sebelum perang merupakan pusat komersial ramai, sebagian besar toko masih tutup atau rusak. Ibrahim Siam, seorang pemilik toko penganan manis, menyesalkan bisnisnya harus gulung tikar akibat perang.