SHARE

Pengadilan di Ibu Kota Jepang, Tokyo, menegaskan pelarangan pernikahan sesama jenis, tetapi juga menekankan kurangnya perlindungan hukum untuk mereka.

CARAPANDANG - Pengadilan di Ibu Kota Jepang, Tokyo, menegaskan pelarangan pernikahan sesama jenis, tetapi juga menekankan kurangnya perlindungan hukum untuk mereka.

Dilansir Al Jazeera, Kamis (1/12), Jepang adalah satu-satunya negara G7 yang tak mengizinkan pernikahan sesama jenis. Konstitusi Jepang mendefinisikan pernikahan berdasarkan persetujuan bersama dari dua jenis kelamin.

Dalam putusannya, pengadilan distrik Tokyo mengatakan larangan itu konstitusional, tetapi menambahkan catatan bahwa "kurangnya kerangka hukum saat ini yang memungkinkan pasangan sesama jenis menjadi keluarga merupakan ancaman dan hambatan serius" bagi martabat individu. Ini menciptakan “situasi inkonstitusional”, bunyi putusan pengadilan itu.

Salah satu pengacara dalam kasus tersebut, Nobuhito Sawasaki, menyebut keputusan tersebut sebagai hasil yang cukup positif.

"Meski pernikahan tetap harus antara laki-laki dan perempuan, dan keputusan pengadilan mendukung hal itu, tetapi situasi saat ini tidak baik untuk pasangan sesama jenis karena tak ada perlindungan hukum, serta disarankan harus ada suatu solusi untuk mengatasi masalah itu," ujar Nobuhito.

Saat ini, Jepang tidak mengizinkan pasangan sesama jenis untuk menikah, bahkan untuk mewarisi aset satu sama lain seperti rumah bersama dan menyangkal hak untuk menjadi orangtua.

Sebagai pengadilan di Ibu Kota negara, keputusan pengadilan Tokyo dipercaya berpengaruh besar di seluruh Jepang karena akan membentuk tren.

Sebelumnya, ada dua putusan yang saling bertentangan terkait kasus serupa.

Pada 2021, pengadilan di Kota Sapporo menyatakan larangan pernikahan sesama jenis tak konstitusional, meski begitu keputusan lain di pengadilan Osaka pada Juni lalu mendukung larangan tersebut.

Ada delapan penggugat dalam kasus di pengadilan Tokyo ini yang menyatakan larangan pernikahan sesama jenis bertentangan dengan konstitusi Jepang dan menuntut ganti rugi masing-masing sebesar 1 juta yen (US$7.200). Meski begitu, tuntutan mereka ditolak pengadilan.

“Ini sulit diterima,” ujar Gon Matsunaka, ketua kelompok aktivis Marriage for All Japan.

Menurutnya, pasangan heteroseksual maupun sesama jenis harus mendapat perlakuan serupa dari sistem pernikahan karena setiap orang sama di bawah hukum.

Meski begitu, dia mengakui adanya pengakuan bahwa pasangan sesama jenis masih kurang perlindung hukum, merupakan suatu langkah besar.