Pada hari Kamis, analis komoditas di Macquarie menaikkan perkiraan harga emas mereka menjadi US$3.500 per ons pada kuartal ketiga tahun ini. Para analis merevisi perkiraan mereka karena target awal US$3.000 sebenarnya merupakan proyeksi pertengahan tahun.
Minggu lalu, Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas di TD Securities, mengatakan bahwa ia melihat setiap penurunan harga sebagai peluang beli, dengan ekspektasi bahwa emas akan menetapkan kisaran perdagangan baru di atas US$3.000 per ons tahun ini.
Salah satu alasan utama mengapa analis tetap optimis terhadap emas, bahkan pada level tinggi saat ini, adalah karena pergerakan harga ini bukan hanya didorong oleh momentum teknis. Belum ada fenomena FOMO (fear of missing out/takut ketinggalan) yang signifikan di pasar emas, investor baru saja mulai masuk ke pasar.
Dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) berbasis emas di Amerika Utara mencatat arus masuk bulanan terbesar sejak Juli 2020. Namun, kepemilikan emas ETF masih sekitar 20% di bawah puncaknya pada 2020, ketika harga emas US$1.000 lebih rendah dari sekarang.
Dalam wawancara dengan Kitco News, George Milling-Stanley, Kepala Strategi Emas di State Street Global Advisors, mengatakan bahwa meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan kekacauan geopolitik mendorong investor untuk beralih ke emas sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi dan tempat berlindung yang aman.